Macam REZEKI

assalamualaykum warah matullahi wabararakatuh
kali ini ane akan share Dua Macam REZEKI

Sebenarnya rezeki itu ada dua macam. Yang pertama sebagai ibtilaa (cobaan) dan yang kedua sebagai ishthifa (pilihan).

Rezeki yang sebagai cobaan adalah rezeki yang tidak ada hubungan apapun dengan Allah. Bahkan rezeki yang satu ini membuat manusia semakin jauh dari Allah, sampai akhirnya dia binasa. Ke arah inilah Allah ta'ala telah mengisyaratkan:

"laa tulhikum amwaalukum"
harta kalian jangan sampai membiasakan kalian. (Al-Munaafiqun: 10)

Rezeki yang sebagai ishthifa adalah rezeki yang diperuntukkan bagi Allah. Allah akan jadi pelindung bagi orang-orang seperti itu. Dan segala sesuatu yang ada pada mereka, mereka anggap sebagai milik Allah semata. Dan hal itu mereka buktikan dari amal perbuatan mereka.

Lihatlah kondisi para sahabat Rasulullah saw ketika masa cobaan tiba, maka segala sesuatu yang ada pada seseorang diantara mereka, semuanya diserahkan di jalan Allan ta'ala. Abu bakar ra adalah yang paling pertama datang , dengan mengenakan kain menyerahkan semua milik beliau. Dan Allah ta'ala telah membalas ganjaran bagi kain tersebut, yakni beliaulah yang pertama telah menjadi khalifah.

Ringkasnya untuk dipenuhi oleh keindahan sejati, kebaikan dan kelezatan rohani, harta yang dapat berguna adalah harta yang dibelanjakan di jalan Allah.

Persiapan yang Benar Jalan Menuju Kemenangan

Ada ayat Alloh subhanahu wa ta’ala yang menunjukkan kepada kita tentang arti penting sebuah optimisme di dalam menjalani da’wah ini. Ketika kita sudah yakin dengan marhalah-marhalah da’wah yang kita lakukan, maka saatnya pula kita deklarasikan kepada orang-orang bahwa yang haq telah menang dan yang bathil telah lenyap, dan janganlah kau mencoba untuk mengangkat lagi yang bathil karena sama artinya dengan menegakkan benang yang telah basah. Berkata Alloh, “Qul Jaa’al haqqu, wa ma yubdi’ul baathilu, wa maa yuiid..” Katakanlah hai Muhammad. Fahimtum saudaraku, Alloh sampaikan kepada Nabi kita Alaihissholatuwassalam, untuk berKATA. Qul.. Kata Alloh. Inilah sesuatu yang harus disampaikan karena sangat penting ma’nanya dan dalam konsekuensinya. Inilah perkataan yang akan melegakan hati dan menimbulkan as-sakinah di hati orang yang beriman. Penyampaian dan deklarasi (tabligh) haruslah merupakan sesuatu yang bersumber dari langit, Alloh subhanahu wata’ala karena Allohlah yang memunculkan al-haq itu, Allohlah yang kemudian membinasakan al-batil. Maka, konsekuensi logis dari marhalatu da’wah bahwa “Qul” itu haruslah bersumber dan disuarakan dengan jujur. Tak layak bagi kita untuk menyembunyikan apa yang memang benar, dan justru kemudian karena da’wah kita yang dusta itu kita mengangkat kembali yang bathil. Fa’tabiru Yaa Ulil Abshor..

“Jaa’al haqqu..” Kebenaran itu telah datang dan sampai. Telah singgah di hati-hati kalian dan hati-hati mad’u kalian. Maka kedatangan dari al-haq itu mestilah disambut dengan penyambutan yang baik. Penyambutan pun haruslah dipersiapkan (I’dady) dengan benar dan teratur. Sesuai dengan kaidah-kaidah dan fiqh-fiqh da’wah yang telah dipraktekkan secara langsung di tengah-tengah kita maupun di tengah-tengah orang sebelum kita yang mereka membawa panji Islam dengan benar dan lurus, tidak tertiup angin dan terbang ke sana ke mari. Mereka focus dengan tujuan(maqoshid) dan langkah ke depan. Bayangkan, penyambutan yang tak baik dan terkesan asal dan abal-abal, bukannya akan memunculkan al-haq, justru akan memupuk subur al-batil, karena pemahaman yang keliru telah diberikan. Persiapan yang salah, akan justru menimbulkan masalah. Masalah ideologis pemahaman keislaman, terutama masalah tawhid yang sangat fatal akibatnya jika kita salah memahaminya. Oleh karenanya, mempersiapkan adalah lebih sulit dari dipersiapkan. Orang yang mempersiapkan adalah orang yang telah terpupuk subur tanaman-tanaman al-haq dalam hatinya, sehingga dia sanggup menghasilkan buah yang manis untuk orang yang dipersiapkan. Andaikan orang ini pun belum siap dari sisi pemahaman, maka tak tahulah apa yang akan terjadi dengan orang-orang yang dipersiapkan berikutnya. Akan semakin banyaklah masalah-masalah yang melanda. Badai-badai pemahaman yang merusak akan semakin nyata menerpa. Maka, garap dulu al-haq sebelum kita mencegah al-bathil. Fa’tabiruu yaa ulil abshor..

“Wamaa yubdi’ul batilu, wama yu’iid..” Yang bathil tak akan memulai dan tak akan terulang. Inilah janji Alloh, maka seberapa kuat usaha kita mewujudkan janji Alloh ini-lah yang akan menentukan hasil perjuangan kita dan langkah jejak (atsar) ke depan. Janji tak akan terjadi hanya dengan berpangku tangan, menunggu kemenangan jatuh dari langit. Janji tak didapat dengan kemalasan berpikir dan berjuang. Janji dicapai dengan I’dady (persiapan) yang matang dan kekonsistenan untuk terus belajar.  Kebenaran haruslah menetap di hati orang-orang yang memulai. Kalau tidak, kebathilan yang akan mengambil alih, mereka akan saling sikut untuk meraih kekuasaan. Seperti yang dipraktekan oleh para politikus di negeri kita. Mereka saling sikut untuk raih kekuasaan. Tak peduli yang haq ataupun bathil. Sangat sulit namun tak mustahil untuk dicapai, karena janji pasti akan tercapai. Ada pameo berkata, “sejarah akan terus berulang”, namun kita tak boleh biarkan al-bathil terulang, mengambil alih kebenaran. Kita-lah yan dituntut oleh Alloh swt untuk menahan dan menghancurkan kebathilan agar tidak terulang kembali. Kebathilan akan hancur dengan sendirinya seiring dengan tumbuh suburnya kebenaran. Itu yang sering kita dengar dalam hadits-hadits nabi dan ayat Alloh swt. Dan memang seperti itu adanya. Ust Sayyid Quthb-kama nasabuh- dalam menafsirkan ayat-ayat awal dari suratul Ahzab mencatat bahwa al-haq dan al-bathil tidak akan tumbuh subur secara bersamaan di dalam satu hati. Bagaikan, kutub negatif dengan negatif, mereka tak saling cocok. Dan, bahwa mereka akan saling ganti menggantikan di dalam hati seorang abid. Kita memohon kepada ALloh swt agar al-haq yang telah nyaman dalam hati kita tak lagi terusik dan tergantikan. Maka, yang jadi keyakinan penulis di sini adalah diperlukan I’dad yang lurus dan benar(hanif wa shodiq) untuk mencapai maqoshid-maqoshid da’wah yang kita jalani bersama ini. Wallahul musta’an.

oleh: Al-Ujum